Sabtu, 17 Mei 2014

Dua Sungai dan Tujuh Gunung


Dua Sungai dan Tujuh Gunung
Dua Sungai
Kota Magelang secara administrasi dibatasi oleh dua sungai besar, yaitu sungai Progo di sebelah Barat dan Sungai Elo di sebelah Timur.  Pembatasan administrasi terjadi pada tahun 1906, pada saat wilayah apitan aliran dua sungai (Progo dan Elo)  dijadikan  wilayah kota Magelang.
Jembatan Ngembik – KulonProgo,  Cacaban – Bandungan, Canguk – Tegalrejo
Kedua sungai ini sudah diceritakan pada Prasasti Tuk Mas (Dak Awu, Grabag, Kabupaten Magelang).  Dalam  prasasti Tuk Mas (500 M) diceritakan tentang sungai suci yang disamakan dengan Sungai Gangga.
Pada masa kerajaan Mataram Kuno, sungai juga dianggap suci.  Magelang (pada saat itu belum merupakan kota, masih berupa watak/wilayah dan wanua/desa) dipilih sebagai permukiman mungkin disebabkan karena posisinya diapit dua sungai yang dianggap suci yaitu Sungai Progo (Prayaga, Islamabad) dan Sungai Elo (Erawati, Elwat, Elwa, Elo, Birma).  Dua prasasti yang ada di Magelang, Prasasti Poh, 905 M dan Prasasti Mantyasih, 907 M, terletak di pinggir Timur Sungai Progo.
Tujuh Gunung
Magelang dikelilingi oleh tujuh gunung, yaitu  Sumbing, Merapi, Sindoro, Prahu, Ungaran, Telomoyo dan Merbabu serta dapat melihat deretan Pegunungan Menoreh.   Tujuh gunung ini membuat di setiap tempat masyarakat Magelang selalu melihat adanya gunung.
Gunung yang dilihat dari barat dan timur kota
Pada saat Mataram Hindhu, Prasasti Mantyasih menceritakan tempat suci yaitu  sumwing dan susundara.  Saat Mataram baru, posisi wilayah yang dikelilingi gunung membuatnya dipilih sebagai hunian dan tempat peristirahatan sementara  lereng gunung sebagai daerah perkebunan.
Pemerintah kolonial Belanda menjadikan view sebagai pertimbangan dalam membentuk kota Magelang.  Orientasi khususnya ke sebelah barat menjadi pertimbangan apalagi didukung adanya pegunungan Menoreh yang bisa dilihat di sebelah barat kota Magelang.  Pada saat terjadi perlawanan  local (perang Diponegoro), lembah Magelang dijadikan tempat mengintai pergerakan Pangeran Diponegoro dan kaumnya.  Salah satu bangunan yang berorientasi ke barat adalah Kompleks Karesidenan Kedu yang berada di sebelah barat kota dan pendoponya menghadap ke arah pegunungan dan gunung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar