Prasasti Poh dan Mantyasih
February 6, 2010 by magelangkotatua - Kota Pusaka Magelang - Magelang Heritage City

Prasasti Poh (905 M) terletak di Kampung Poh (sekarang Dumpoh). Timbul Haryono,1994 dalam disertasinya banyak menceritakan tentang Prasasti Poh. Menyebutkan tentang adanya daerah perdikan di daerah Poh daerah untuk persembahan. Isi Prasasti Poh antara lain (….. wanua poh muang anak wanua i rumasan, ring nyu kapua watak kiniwang….. poh 827 C) yang artinya wanua poh mempunyai anak wanua rumasan dan Nyu, semuanya termasuk lungguh anak pamgat kiniwang artinya desa poh, dusun rumasan dan dusun nyu semuanya termasuk lungguh kinawang. Prasasti ini juga menceritakan para tetua di desa Poh, di Rumasan, di Nyu yang mempersembahakan pasak-pasak kepada Sri Maharaja berupa kain jenis jaro 1 yugala dan mas pageh 5 suwarna. Prasasti Poh (905 M) menyebutkan sekelompok seniman yang ikut hadir pada upacara penetapan sima di Poh mendapat pasek-pasek. Mereka adalah pemain musik (penabuh) dan penari.
Atmodjo, 1988 dalam tulisannya “Sekitar Masalah Hari Jadi Magelang”, menceritakan bahwa dalam Prasasti Poh menyebutkan beberapa wanua yang ada pada jaman itu yaitu wanua Mantyasih, Galang dan Glanggang.

Prasasti Mantyasih, 907 M, menceritakan bahwa Kota Magelang mengawali sejarah sebagai desa perdikan “Mantyasih” yang berarti beriman dalam cinta kasih dan di tempat itu terdapat lumpang batu yang diyakini masyarakat sebagai tempat upacara penetapan Sima atau perdikan (Dinas Pariwisata Magelang, 2000).
Riboet Darmosoetopo, 1998 dalam disertasinya, menceritakan bahwa terdapat jalan panjang yang melintasi desa, sawah sungai gunung atau hutan yang pada saat tertentu dilewati para pejabat desa atau pejabat lungguh yang akan menyerahkan pajak dan upeti kepada raja jalan ini juga dilewati pada pedagang yang pergi ke pasar tidak jarang mendapat gangguan baik dari becu maupun begal. Apalagi desa kuning dilewati jalan raya menuju ke parakan. Oleh karena itu turunlah anugrah kepada lima patih dari matyasih berupa tanah sima : kelima orang patih ini diberi tugas untuk mengamankan desa dan menjagai jalan di desa kuning dari kerusuhan. Mantyasih terletak di tengah-tengah jalan raya yang menghubungkan antara dataran tinggi Dieng (sebagai tempat pemujaan) dengan Pranaraga yang berada di ponorogo saat ini. Jalan raya itu menghubungkan antara Dieng-Wonosobo-Parakan-Magelang-Yogyakarta-Prambanan-Wonogiri-Pranagara. Para patih diperintahkan untuk menjaga bangunan-bangunan suci yang ada di sekitar Mantyasih. Prasasti Mantyasih juga menyebutkan dua gunung yaitu Gunung Susundara dan Wukir Sunwing. Selain tentang daerah perdikan juga diceritakan tentang urutan Raja-raja Mataram Kuno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar