Pengembangan Kawasan Kwarasan dalam Konsep Saujana Kota Magelang
March 24, 2014 by wahyu utami
Kwarasan sebagai Karya Ir.Thomas Karsten, Arsitek Belanda yang Peduli Terhadap Potensi Alam
Kota Magelang bukanlah kota besar yang dibuat oleh pemerintah Belanda, Kota Magelang juga bukan daerah yang selalu menjadi pusat pemerintahan pada masa sebelum Belanda berkuasa di Magelang. Namun, sebagai bagian dari tempat kehidupan yang bisa dilacak sejak jaman kerajaan, Kota Magelang sudah menjadi tempat menarik bagi masyarakat untuk bermukim dan melakukan kegiatan. Sebut saja saat Casparis (1950) menceritakan bahwa pada periode Kerajaan Mataram Kuno, Mantyasih (Meteseh Magelang) merupakan salah satu pusat kegiatan dan tempat untuk mengontrol lokasi sekitarnya, dengan salah satu pertimbangannya terletak di tepi Sungai Progo (Lihat Skema Casparis dalam Utami, 2013:118). Begitu juga saat Kolonial Belanda ikut mempengaruhi perkembangan Kota Magelang. Magelang yang sebelumnya sebagai Kebondalem dari Kasultanan Surakarta, dikembangkan menjadi salah satu pusat kegiatan khususnya militer dan pemerintahan dalam skala karesidenan, yaitu sebagai ibu kota karesidenan Kedu (Utami, 2001).
Dampak dari dikembangkannya Magelang sebagai kota militer dan kota pemerintahan, kawasan Magelang mengalami perubahan yang cukup significant. Salah satunya adanya pergeseran fungsi kawasan perkebunan menjadi kawasan-kawasan terbangun yang sudah terjadi sejak tahun 1870-an, antara lain kawasan alun-alun sebagai pusat kota, kawasan Bayeman sebagai kawasan permukiman, kawasan Meteseh sebagai kawasan pemerintahan dan kawasan Ngupasan atau Kedjoeron sebagai kawasan permukiman yang dikembangkan oleh Ir.Thomas Karsten tahun 1936-1937 (selain Ngupasan, Karsten juga ikut mendesain kawasan Bayeman, kawasan Pasar Rejowinangun dan sekitarnya dan Menara Air di alun-alun). Karsten yang saat itu sudah banyak mempengaruhi perkembangan desain beberapa kawasan di Indonesia (Yogyakarta, Malang, Semarang dll), ternyata juga ikut mengembangan beberapa kawasan di Magelang.
Tulisan ini lebih menekankan pada pengembangan kawasan Kwarasan yang awalnya dikenal dengan Kawasan Ngupasan atau Kedjoeron sebagai kawasan yang tidak tertata rapi. Dituliskan dalam Utami (2013 : 155) bahwa “Pada akhir periode ini, Karsten, salah seorang arsitek Belanda ikut berperan serta sebagai salah seorang konsultan dalam menata permukiman yang sudah ada dengan membuat sebuah masterplan untuk beberapa kawasan terpilih (Magelang Vooruit, 1937). Salah satunya adalah Kawasan Kwarasan yang dibangun dengan mempertimbangkan karakter kawasan dan menggunakan panorama alam serta penggunaan bentuk bangunan yang sesuai dengan bentuk lokal sebagai konsep desainnya. Salah satu tujuan dibangunnya kawasan Kwarasan adalah mendapatkan permukiman bersih dan sehat bagi masyarakat Belanda yang tinggal di Kota Magelang (Magelang Vooruit, 1936) “
Konsep Desain Kawasan Kwarasan oleh Ir.Thomas Karsten
Mengapa saat itu dikembangkan perumahan sehat ? Ternyata saat itu, telah terjadi penyebaran penyakit yang disebabkan oleh rendahnya kualitas permukiman baik di Kota Magelang maupun di kota-kota lain di Indonesia. “Beberapa permukiman yang diperbaiki oleh pemerintah yaitu permukiman Kwarasan, Kebondalem, Botton, Dukuh, Samban, Ngentak, Pucangsari, Ringinanom dan Magersari (Majalah Vooruit, 1935). Selain itu pada tahun 1936 juga dilakukan pengembangan di sekitar pusat kota, misalnya Bayeman, Samban, Jagoan , Ngupasan (akhirnya menjadi Kwarasan) dan Kemirirejo (Majalah Vooruit 1936)” Tujuan awal penataan kampung untuk menanggulangi penyakit yang mewabah.
Kondisi Kwarasan sebelum dan setelah dikembangkan Karsten
Kawasan Kwarasan mempunyai konsep desain yang menarik, karena menggunakan lahan yang tersedia dan mengoptimalkan lingkungan alamnya. Lahan berkontur justru digunakan untuk membuat kawasan ini menjadi salah satu kawasan elit di Kota Magelang dengan pusat kawasan menggunakan lapangan Ngupasan/Kedjoeron . Terlihat tapak terbangun tidak mendominasi kawasan ini, karena Karsten tetap menjaga kawasan hijau dan mempertimbangkan keselarasan terhadap lingkungannya, dengan tetap menyediakan halaman di tiap-tiap rumah yang penataannya secara radial-memusat. Ruang hijau dan panorama yang memperlihatkan keindahan alam bagian barat (Peg.Menoreh, Gunung Sumbing, Gunung Sindoro) menjadi pertimbangan atau menjadi fasilitas yang diunggulkan.
Karsten dalam perencanaannya ingin menonjolkan aspek keindahan dan kenyamanannya sebagai daerah berhawa cukup dingin, pemandangan indah, posisi lahan yang berkontur serta posisi di sebelah Barat Kota dengan tingkat kesejukan dan keindahan panorama (Vooruit Magelang, 1937). Oleh karena itu, Karsten mempertimbangkan aspek tapak (kondisi alam) dengan tetap memanfaatkan perbedaan kontur dan yang paling utama akses dengan pusat kawasan. Alun-alun dikelilingi tipe besar dan sedang, sementara untuk tipe kecil di sekitar kedua tipe tersebut tetap memperhatikan masalah akses ke lapangan berupa gang/jalan kecil. Pembagian antara tipe besar dan kecil berdasarkan kontur yang lebih tinggi karena panorama yang dihasilkan lebih bagus dibandingkan kontur yang lebih rendah.
Pengembangan kawasan berorientasi pada alam dan lingkungan
Tipe Rumah sebagai Hunian di Kwarasan
Yang menarik dari kawasan ini, terlihat ada tiga (3) tipe rumah sebagai hunian yang mengelilingi lapangan (Utami, 2004 mengacu pada Sumalto, 1993) yaitu tipe besar yang terletak di sebelah Timur lapangan, pada lahan yang paling tinggi dan menghadap ke jalan utama; tipe sedang yang terletak di Utara pada lahan berkontur tinggi yang menghadap ke arah Barat dan kontur rendah yang menghadap ke arah Timur (mengelilingi lapangan) serta tipe kecil yang terletak di gang-gang dan tidak berhadapan langsung dengan lapangan. Lapangan sebagai pusat kawasan dan ruang terbuka dilengkapi dengan pohon besar seolah-olah Karsten ingin membuat replika sebuah kota dengan simbol pohon besar di alun-alun dan rumah bupatinya yang ditunjukkan pada rumah di sebelah Utara lapangan dengan posisinya yang berada di atas (saat ini menjadi kantor kecamatan).
Konsep land huis menjadi salah satu pertimbangan desain rumah dengan pola ruang yang berorientasi memusat pada lapangan tersebut. Setiap rumah mempunyai halaman baik depan, samping dan belakang. Fungsi halaman ini tentu saja selain untuk beristirahat pada saat senggang, juga menjadi salah satu pembentuk kesejukan di kawasan maupun di dalam rumah. Selain itu, setiap rumah mempunyai orientasi yang bisa mengoptimalkan penghuninya untuk menikmati keindahan alam dengan cara menjadikan halaman belakang atau samping untuk melihat ke penjuru mata angin, khususnya rumah di bagian atas atau tipe besar.
Saat ini, kawasan Kwarasan dengan beberapa bangunan yang masih bertahan dan tata ruangnya yang masih tetap asli, bisa dijadikan collective memory untuk kawasan karya Karsten yang menggunakan konsep land huis dan bahkan bisa dibilang menggunakan konsep garden city. Ruang terbuka hijau dan pemandangan alam yang masih terasa, menjadikan kawasan Kwarasan sebagai salah satu kawasan yang menarik di Kota Magelang dengan potensi saujana yang layak untuk diunggulkan.
(Diambil dan disarikan dari Disertasi Wahyu Utami, 2013 yang berjudul Konsep Saujana Kota Magelang. Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan Univ. Gadjah Mada, Yogyakarta. Dipertahankan dalam Ujian Terbuka tanggal 9 Desember 2013). Saujana adalah interaksi manusia dengan lingkungan alam yang dipengaruhi oleh budaya yang berkembang sebagai manifestasi dari kesatuan ruang, waktu dan kegiatan.
Pernah diulas juga dalam beberapa tulisan :
- Pola Permukiman Indis Karya Karsten. Studi Kasus : Kwarasan, Magelang, Jurnal NALARS, UMJ, Tahun 2004
- Konsep Sustainable dalam Pola Kota Indis Magelang, Seminar Nasional Penerapan Teknologi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Secara Berkelanjutan di UTY Tahun 2008
- http://magelangkotatua.wordpress.com/2013/09/01/kwarasan-kawasan-waras-di-magelang-2/ publikasi tanggal 1 September 2013
Daftar Pustaka
- Casparis (1950). Prasasti Indonesia. AC Nik and Co. Bandung
- Sumalyo, Yulianto (1993). Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
- Utami, W. (2001). Elemen-Elemen Dominan Dalam Perkembangan Kota Magelang. Thesis Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan. Unpublished Tidak Diterbitkan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.
- Utami, W (2004). Pola Permukiman Indis Karya Karsten. Studi Kasus : Kwarasan, Magelang, Jurnal NALARS, UMJ, Tahun 2004
- Utami, W (2013). Konsep Saujana Kota Magelang. Disertasi Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan. Unpublished Tidak Diterbitkan. Universitas Gadjah Mada.
Maaf.. boleh tanya tanya tentang kampung kwarasan?
BalasHapusMaaf.. boleh tanya tanya tentang kampung kwarasan?
BalasHapus